Senin, 25 Oktober 2010

Konsep Sekolah Satu Atap

Konsep Sekolah Satu Atap

BAB   I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengetahuan memiliki peran penting dalam peradaban manusia[1]. Manusia yang memiliki pengetahuan akan dikatakan sebagai manusia yang beradab. Oleh karenanya, sebagai makhluk yang beradab manusia harus selalu belajar untuk menumbuhkembangkan kemampuan dalam berpikir, bertindak, dan menghadapi segala hal persoalan yang harus dihadapi. Dalam hal proses pembelajaran tersebut terdapat satu hal yang kita kenal dengan pendidikan.

Pendidikan mempunyai ikatan tak terpisahkan dengan pembelajaran yang mana pembelajaran tersebut merupakan bagian dari proses pendidikan. Sebagai bagian dari sebuah peradaban pendidikan tidak terlepas dengan perubahan yang mana perubahan itupun tidak serta merta terjadi tanpa adanya suatu sebab tertentu yang menuntut diadakannya sebuah perubahan maupun pergeseran.

Perubahan dan pergeseran dalam berbagai hal khususnya pendidikan menuntut hal tersebut (pendidikan) untuk lebih baik sehingga semakin lama suatu proses pendidikan diharapkan akan semakin mengokohkan sebuah peradaban yag kuat dan berhakikat.

Namun perubahan dan pergeseranpun tentunya bukan suatu hal yagn perlu ditakuti bahkan dihindari. Perubahan merupakan suatu hal yang memang sudah sewajarnya untuk dihadapi (tentunya dengan dasar pemikiran yang kuat, sehingga sebuah perubahan itu akan mengarah ke yang lebih baik, bukan sebaliknya).

Perubahan ke arah yang lebih baik menuntut adanya suatu inovasi yang memang perlu dipikirkan mendalam. Suatu model inovasi terutama di bidang pendidikan sudah sewajarnya terjadi, tidak lain tidak bukan adalah menuju ke arah yang lebih baik dan saling beradaptasi dengan kondisi jaman saat ini.

Inovasi di dalam pendidikan sebagai contoh adanya pandangan bahwa dengan menyatukan satuan pendidikan tingkat dasar dengan tingkat menengah atas akan memudahkan proses adaptasi dan prinsip kontinuitas peserta didik. Hal ini dilakukan karena pada umumnya seorang siswa sekolah dasar enggan meneruskan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi karena kesulitan baik biaya, maupun tempat (lokasi) yang tidak dekat yang pada umumnya terjadi di daerah pedalaman, maupun kesiapan mental calon peserta didik tersebut.

Sebagai gambaran yang kami dapat dari sebuah surat kabar menyatakan;

Pembangunan dua buah SD dan SMP dalam satu atap atau satap di Kabupaten Gunung Kidul selesai pada Senin (24/11) dan siap beroperasi tahun ajaran 2009/2010. Pembangunan SD-SMP satap ini bertujuan menekan angka anak putus sekolah yang ada di daerah terpencil. Dua sekolah yang dikembangkan menjadi SD-SMP satap itu adalah SD Negeri Bibal, Panggang, Ngawen, dan SD Negeri Glompong, Nglipar. Di sekitar SD itu, terdapat delapan SD lain yang letaknya jauh dari SMP. Untuk mencapai SMP terdekat, anak-anak di daerah tersebut harus menempuh jarak minimal lima kilometer dengan medan terjal atau berbukit. Konsultan Manajemen Program Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Pertama (PPM SMP) 2008 Dinas Pendidikan Provinsi DIY Suhadi Datun mengatakan, jauhnya jarak untuk mencapai SMP itu merupakan salah satu penyebab tingginya anak putus sekolah di daerah tersebut. "Program ini bertujuan menekan angka putus sekolah dengan mendekatkan jarak SMP ke daerah terpencil," kata Suhadi di Yogyakarta, Senin (24/11). Meskipun belum dibuka, saat ini dua sekolah dengan kapasitas masing-masing 30 anak itu telah mempunyai calon murid. Mereka adalah para pelajar SD yang terdapat di daerah tersebut[2].

BAB   II

LANDASAN TEORITIS INOVASI PENDIDIKAN

A. PENGERTIAN INOVASI PENDIDIKAN

Inovasi merupakan sesuatu hal yang berhubungan dengan pembaharuan baik itu berupa ide, gagasan, produk,kejadian/peristiwa maupun hal apapun yang dianggap sebagai sesuatu hal yang baru. Menurut Everest M. Rogers an innovation is an idea, practice, or object, that is perceived as new by an individual or other unit of adoption. It matters little, so far as human behavior is concerned, whether or not an idea is "objectively" new as measured by the lapse of time since its first use or discovery. The perceived newness of the idea for the individual determines his or her reaction to it. If the idea seems new to the individual, its an innovation[3]. Secara garis besar inovasi dapat diartikan sebagai suatu ide, hal-hal praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati, atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat).

Pendidikan merupakan segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan, pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat[4]. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat[5].

Dalam kaitannya antara inovasi dengan pendidikan, keduanya berkaitan antara lain bahwa proses pendidikan memerlukan suatu inovasi menuju proses pengembangan dan kemajuan yang secara signifikan menuju sebuah kesempurnaan. Menurut Udin Saefudin Inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada sebelumnya), serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan[6]. Adapun yang dimaksud dengan inovasi di bidang pendidikan adalah usaha mengadakan perubahan dengan tujuan untuk memperoleh hal yang lebih baik dalam bidang pendidikan[7]. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan suatu sistem, sedangkan inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti satuan pendidikan, maupun sistem dalam arti yang luas seperti sistem pendidikan nasional.

B. ANALISIS TEORITIS

Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan merupakan suatu upaya untuk menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektifitas[8]. Oleh karenanya, keberadaan inovasi di bidang pendidikan mutlak menuntut adanya efisiensi dan efektifitas dalam proses pendidikan yang dilakukan di lapangan. Konsep sekolah satu atap merupakan suatu model pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan dengan menyatukan sekolah-sekolah dari tingkat TK, SD, SMP, sampai dengan SMA maupun beberapa diantara jenjang sekolah yang ada pada satu wilayah tertentu.

Sekolah satu atap merupakan model pendidikan berbeda jenjang TK dan SD, SD dan SMP yang pelaksanaan kegiatan belajar mengajarnya berlangsung pada satu tempat. Model ini di desain untuk mendekatkan lembaga pendidikan ke tempat yang paling mudah dijangkau oleh masyarakat. Harapannya tidak lagi ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah hanya karena jarak tempuh ke sekolah yang jauh[9].

Inovasi pendidikan mengandung maksud bahwa suatu proses pendidikan perlu adanya suatu terobosan-terobosan guna efisiensi dan efektifitas proses pendidikan yang di dalamnya terjadi proses pembelajaran (khususnya di satuan pendidikan). Inovasi model sekolah satu atap merupakan satu bentuk discovery. Model inovasi discovery merupakan suatu bentuk dari inovasi di mana inovasi tersebut sebenarnya telah ada sebelumnya hanya saja baru diadopsi ketika hal tersebut dirasakan merupakan suatu hal baru yang memang dibutuhkan.

BAB   III

MODEL PENGELOLAAN SEKOLAH SATU ATAP

SEBAGAI IMPLEMENTASI INOVASI PENDIDIKAN

A. ANALISIS MODEL INOVASI

Sistem inovasi pendidikan yang dikembangkan dari model pengelolaan sekolah satu atap terkait dengan elemen-elemen dari adanya suatu proses difusi inovasi. Difusi merupakan proses komunikasi antara warga masyarakat (anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu pula[10]. Terdapat empat elemen difusi inovasi antara lain; inovasi, komunikasi dengan saluran tertentu, waktu, dan warga masyarakat (anggota sistem sosial).

Elemen-elemen difusi inovasi yang terjadi pada model sekolah satu atap dapat dijabarkan sebagai berikut;

- Inovasi

Menurut Rogers yang perlu diperhatikan mengenai inovasi di sini dapat dianalogikan dengan dua buah pertanyaan yaitu "Apa inovasi yang baru itu?", dan "mengapa perlu itu?", adapun dari kedua pertanyaan tersebut akan menimbulkan satu pertanyaan "apa manfaat dan konsekuensinya dari penggunaan inovasi tersebut?", satu persatu akan dibahas lebih lanjut.

Inovasi yang baru tersebut adalah model pengelolaan sekolah satu atap di mana terdapat satu sistem manajerial yang terjadi pada jenjang sekolah tertentu (misalnya SD dan SMP), hal ini dilakukan karena di daerah terpencil umumnya jarak antara sekolah dasar dengan tingkat sekolah lanjutannya relatif jauh sehingga memunculkan keengganan bagi para peserta didik yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya sehingga menambah angka pengangguran di wilayah tersebut.

Dirasakan perlu dibuatnya model sekolah satu atap karena dengan model ini, siswa yang telah dinyatakan lulus dari satu jenjang sekolah tertentu tidak perlu berpindah tempat belajar karena dia akan belajar di tempat yang sama yaitu di tempat di mana peserta didik tersebut menimba ilmu pada jenjang sebelumnya.

- Komunikasi dengan saluran tertentu

Komunikasi dengan kalangan masyarakat khususnya tokoh masyarakat yang mengetahui sedikit banyak tentang hal ini, yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk seminar dan lokakarya oleh dinas pendidikan terkait. Proses komunikasi terbuka yang dilakukan melalui kegiatan ini diharapkan dapat menjangkau dan membuka pemikiran para peserta seminar (tokoh masyarakat) yang berpengaruh di wilayahnya sehingga diharapkan peserta ini dapat menjadi inovator setidaknya sebagai early adopter.

Walaupun diakui bahwa pada umumnya para ahli yang terkait dengan model ini (sekolah satu atap) cenderung menilai secara subjektif berdasarkan informasi yang tidak selamanya mewakili keadaan yang sebenarnya.

- Waktu

Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi. Cepat lambatnya suatu inovasi diterima adopter tergantung pada materi/model inovasi yang diajukan sehingga proses keputusan inovasi cepat dilakukan.

Hubungannya dengan model pengembangan sekolah satu atap merupakan bentuk inovasi dalam hal ide, gagasan, dan konsep. Pada umumnya proses keputusan inovasi yang berkaitan dengan ide maupun gagasan atau konsep sekalipun memerlukan waktu yang ralatif lama karena diperlukan banyak hal yang dipertimbangkan. Satu hal yang perlu diketahui adalah inovasi dalam bentuk ide ini tidak dapat secara langsung diamati sehingga proses yang panjang mutlak dilakukan demi terlaksananya model sekolah satu atap ini.

- Warga masyarakat

Warga masyarakat sebagai anggota sistem sosial yang berkaitan dengan penerapan model sekolah satu atap ini adalah para tokoh masyarakat yang diharapkan dapat menjadi inovator pada proses pelaksanaan inovasi ini. Adapun para orang tua peserta didik maupun peserta didik itu sendiri juga merupakan anggota dari sistem sosial ini (model sekolah satu atap).

B. KARAKTERISTIK INOVASI

Model sekolah satu atap ini dapat dijabarkan menurut karakteristik inovasi pendidikan, antara lain dilihat dari berbagai segi sebagai berikut;

- Keuntungan relatif

Sekolah satu atap mempunyai beberapa keuntungan terhadap calon peserta didik khususnya maupun kepada pihak pengelola (baik swasta maupun instansi pemerintah/negeri). Keuntungan itu diantaranya dapat mengatasi masalah jarak (yang pada umumnya banyak menjadi kendala di daerah-daerah terpencil) di mana di daerah pedalaman antara sekolah dasar dengan sekolah menengah pertama dapat terjadi jaraknya tidak dekat bahkan teramat jauh untuk ukuran seorang calon peserta didik yang baru lulus dari sekolah dasar.

Sebagai contoh berikut yang diambil dari sebuah surat kabar regional di Surabaya yang menyatakan[11] ;

Keberadaan sekolah satu atap nantinya bisa mempermudah warga Surabaya dalam mengakses lembaga belajar. Generasi baru pembentukan sekolah tidak lagi menjauh dari kerumunan warga, tapi sudah mengarah pada pendekatan ke wilayah penduduk. "Wali murid juga tidak perlu lagi bingung-bingung mencari sekolah yang dekat dengan rumah ketika lulus. Tinggal melanjutkan saja di sekolah yang sama,tapi berbeda tingkat,"ujar Sahudi kemarin. Kepala SMPN 1 Surabaya Muchtar mengatakan, konsep sekolah satu atap memang bisa menjadi solusi baru di tengah keterbatasan ruang belajar. Cuma, kebutuhan sumber daya manusia (SDM) pengajar dan sarana harus disiapkan secara matang. "Tingkat koordinasi antarsekolah juga bisa dibangun.Pembentukan sekolah satu atap sendiri membutuhkan waktu yang lama karena pencarian lahan yang tepat kadang tidak sesuai,"sambungnya. Direktur Aliansi Tanggap Pendidikan (Atap) Surabaya Isa Anshori menuturkan, gagasan yang dicanangkan Dindik Surabaya sudah bagus.

Apalagi berhasil mengabungkan sekolah di berbagai tingkat. Cuma, Dindik juga harus realistis dalam mengemukakan gagasan. Realitas yang ada di Surabaya sulit mendapatkan lahan yang luas.Apalagi harga tanah di Surabaya terus melambung. "Jadi, tidak mungkin cukup untuk memenuhi semua sekolah satu atap di tiap kecamatan," ujar Isa dihubungi tadi malam.

Kasus lainnya dapat menjadi alasan dari keuntungan relatif adanya model sekolah satu atap ini yaitu[12] ;

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Drs Haris Nurtiono MSi mengemukakan, pola TK dan SD Satu Atap dimaksudkan untuk daerah yang kurang terlayani pendidikan TK ataupun SD. Penerapan pola satu atap di Kabupaten Banyumas itu sudah digarap lebih dahulu untuk SD dan SMP. "Alasannya, untuk lebih mendekatkan layanan pendidikan kepada masyarakat, terutama di daerah yang angka partisipasi masyarakat dan anak usia sekolahnya tidak terlalu menggembirakan," jelas dia, ketika ditemui Suara Merdeka belum lama ini di SKB Ajibarang. Menurut dia, pola itu dimaksudkan untuk lebih mendekatkan SD dan SMP ataupun TK dan SD. Hal itu sangat memungkinkan karena kondisi geografis Kabupaten Banyumas yang luas dan berbukit-bukit dengan jumlah penduduk yang banyak. Seperti Desa Dermaji Kecamatan Lumbir, karena terhalang sungai besar sehingga untuk menjangkaunya harus lewat Kecamatan Karangpucung wilayah Kabupaten Cilacap. "Jalan menuju desa itu harus melewati hutan pinus kawasan Perhutani yang medannya sangat berat." Dikatakan, SD dan SMP Negeri 3 dibangun dengan dana block grant APBN senilai Rp 500 juta untuk membangun ruang kelas, fasilitas belajar, mebeler, dan komputer. Keberadaan SD dan SMP Satu Atap itu mendapat sambutan yang menggembirakan dari masyarakat.

- Kompatibel

Dilihat dari segi kompatibilitasnya dengan tujuan pendidikan nasional maupun kebutuhan masyarakat akan pendidikan, sekolah satu atap dirasakan mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi dengan penerapan nilai maupun proses pendidikan yang ada dengan pola pendidikan pada satuan pendidikan terpisah (masing-masing tiap jenjang). Adapun kesesuaian dengan proses pendidikan pada umumnya terletak pada proses pengelolaannya yaitu hampir tidak ada perbedaan secara prinsip dalam proses pengembangan dan pelaksanaan pendidikan pada model sekolah satu atap tersebut. Seperti adanya komite sekolah maupun instrumen lainnya yang turut mendukung pelaksanaan pendidikan di sekolah model ini.

- Kompleksitas

Model sekolah satu atap sudah lama berkembang di Indonesia. Namun pasang surut perkembangan model sekolah satu atap inipun terjadi tiada henti. Kian meluasnya kebijakan otonomi daerah mendorong pemerintah daerah untuk bersikap dan bertindak cepat dalam mengatasi kebuntuan di bidang pengentasan angka putus sekolah. Pengembangan model sekolah satu atap mendorong pemerintah khususnya pemerintah daerah untuk menanggapi hal ini,

- Triabilitas

Apabila kita lihat di media baik cetak maupun elektronik, model sekolah satu atap sudah banyak yang mengimplementasikannya. Perlu diakui memang dalam pelaksanaannya terjadi banyak hal yang seharusnya tidak terjadi.

Di Sumatera Barat, sampai dengan tahun 2006 telah menjalankan SMP Satu Atap di 36 lokasi, yang menyebar di berbagai kabupaten/kota. Sementara untuk tahun 2007, menurut rencana akan dinaikkan usulan untuk 41 paket lokasi SMP Satu Atap yang baru. Menurut  Andre Yunidal, Satker Perluasan dan Peningkatan Mutu SMP di Dinas pendidikan Propinsi Sumatera Barat; " Karena SMP Satu Atap ini adalah suatu terobosan baru untuk menggenjot APK SMP dan MTs, maka perlu diadakan kegiatan sosialisasi untuk para calon pelaksana dan pembimbing sekolah satu atap ini di lapangan kelak. Untuk itu dalam tahun anggaran 2007 ini satker yang dipimpinnya telah selesai dengan Workshop Tahap I, sedangkan Tahap II sedang berlangsung (tgl 27 s/d 30 Mei 2007 ini di Hotel Pangeran City, Padang. Workshop ini untuk kesiapan mereka yang akan mengelola ke-empat puluhsatu SMP Satu Atap yang ingin kita sebar di seluruh Sumatera Barat,"[13].

Selain di sumatera barat masih banyak daerah-daerah yang telah mampu mengembangkan dan mengelola model inovasi tersebut.

- Dapat diamati

Berdasarkan hasil laporan di atas, di sumatra barat telah berhasil dilaksanakan model pengelolaan sekolah satu atap. Ini merupakan bukti bahwa model sekolah satu atap memang sudah tidak perlu diragukan untuk diimplementasikan dengan catatan tetap memperhatikan karakteristik dan persyaratan yang ditetapkan oleh direktorat.

Walaupun demikian, perlu diakui, begitu sulitnya mengamati hasil inovasi yang berwujud ide, gagasan, maupun konsep seperti model sekolah satu atap ini.

BAB   IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Inovasi pendidikan di Indonesia sangat beragam model dan bentuknya. Baik itu berupa produk maupun ide, gagasan dan konsep yang telah dikembangkan. Perlunya inovasi di dunia pendidikan mendorong pelaku pendidikan untuk lebih kreatif dan peka terhadap perkembangan gejala sosial yang terjadi.

Pengembangan model sekolah satu atap mengindikasikan bahwa kenyataan yang ada, tingkat pengangguran semakin tinggi. Hal ini bila tetap dibiarkan akan menjadi bom waktu bagi negara ini.

Berdasarkan hasil paparan ini, pengembangan model sekolah satu atap dirasakan perlu (khususnya di daerah) karena luasnya lingkup daerah yang tidak semuanya dapat dijangkau. Model ini membuat para pelaku kebijakan khususnya di bidang pendidikan menawarkan model pengembangan sekolah satu atap.

Pengembangan sekolah satu atap merupakan model inovasi pendidikan yang berwujud ide, di mana sebuah seorang peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan di jenjang tertentu, tidak perlu keluar dari wilayahnya (tetap belajar di tempat ia memperoleh ilmu sebelumnya) karena tempat belajar pada jenjang yang lebih tinggi terinclude di dalamnya, atau dengan kata lain pada satu tempat terdapat dua atau lebih jenjang pendidikan dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

Melihat kenyataan yang ada, tentunya dampak dari inovasi di bidang pendidikan ini terdapat dua aspek yang bertolak belakang yaitu segi positif dan negatif. Terlepas dari keduanya inovasi ini perlu dilakukan dengan catatan hal-hal pokok yang menjadi karakteristik dari sebuah inovasi tersebut terpenuhi. Sehingga tidak akan terjadi suatu in-efisiensi pada proses pelaksanaan dan keputusan inovasi tersebut.

B. SARAN DAN TINDAK LANJUT

Indonesia merupakan suatu negara yang mempunyai karakteristik beragam dan tidak semua daerah dapat disamakan. Keadaan topografi suatu daerah memerlukan adanya suatu terobosan dalam berlangsungnya proses pendidikan di tempat itu. Daerah yang mempunyai dataran tinggi, berbukit, dan berliku, di mana akses jalan darat belum dijangkau akan menimbulkan suatu masalah yang tidak semua masyarakat menyadarinya. Tingginya angka putus sekolah (khususnya di tingkat pendidikan dasar) banyak terjadi di daerah yang mempunyai topografi yang masih sulit dijangkau oleh akses jalan raya. Oleh karenanya, inovasi pendidikan berupa pengembangan sekolah satu atap dapat menjawab dan mengembangkan permasalahan tingginya angka putus sekolah.

Seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penyelarasan dan akselerasi di bidang pendidikan perlu sesegera mungkin dilakukan sehingga ketertinggalan yang pada umumnya terjadi di daerah tersebut di atas dapat dikurangi.

0 komentar:

Posting Komentar